Chibernews.Com.Padang Lawas –Ribuan warga dari enam desa di Kecamatan Barumun Tengah bersama masyarakat adat Luat Unterudang dan mahasiswa menggelar aksi besar di depan kantor PT Barapala, Senin (17/11). Massa menuntut perusahaan sawit tersebut segera menghentikan aktivitasnya karena diduga kuat beroperasi tanpa izin Hak Guna Usaha (HGU) dan melanggar perjanjian lahan yang telah disepakati sejak 1996.
Aksi yang awalnya berlangsung di depan pos penjagaan berubah memanas ketika massa memaksa masuk ke dalam area kantor PT Barapala. Setelah sempat berhadapan dengan aparat, warga akhirnya berhasil merangsek masuk ke kawasan perkantoran perusahaan.
Warga 6 Desa: PT Barapala Wanprestasi dan Wajib Angkat Kaki
Sekretaris Badan Pemangku Adat (BPA) Luat Unterudang, Rahman Hasibuan, menyebut bahwa enam desa—Unterudang, Pasar Binanga, Siboris Dolok, Padang Matinggi, Tandihat, dan Aek Buaton—menolak keberadaan PT Barapala karena menilai perusahaan telah wanprestasi.
“Dalam perjanjian tahun 1996, masyarakat memiliki hak atas 3.000 hektare lahan plasma. Tetapi sampai sekarang perusahaan tidak memberikan apa pun kepada warga. PT Barapala harus angkat kaki dari Unterudang,” tegas Rahman.
Rahman juga meminta Kapolri, Kapolda Sumut, dan Polres Padang Lawas menarik seluruh personel yang diduga membackup perusahaan, termasuk oknum preman berkedok sekuriti.
Mahasiswa: Tunjukkan HGU dan Pemilik Resmi PT Barapala
Perwakilan Forum Diskusi Mahasiswa Anti Korupsi Sumatera Utara (FDMAKSU), Arsa Rizki Pratama Siregar, menegaskan bahwa mahasiswa turun ke lapangan karena banyaknya laporan warga terkait dugaan pelanggaran PT Barapala.
“Ada kesepakatan pembagian 20 persen hasil kebun kepada masyarakat. Hingga hari ini tidak ada realisasi. Kami ingin perusahaan menunjukkan HGU mereka, karena diduga beroperasi tanpa izin resmi,” ujarnya.
Arsa juga menyebut bahwa hasil investigasi mahasiswa menemukan dugaan bahwa PT Barapala telah berpindah tangan tanpa sepengetahuan masyarakat.
Perjanjian 1996 dan Penyerahan 10.300 Ha Lahan
Dijelaskan Rahman, total 10.300 hektare lahan diserahkan kepada PT Barapala mengikuti pola PIR, dengan kewajiban membangun kebun plasma seluas 3.000 hektare untuk masyarakat. Penyerahan lahan saat itu dilakukan oleh Hatobangun (ketua adat), alim ulama, serta tokoh masyarakat, dan diketahui para kepala desa.
Warga menilai perusahaan mengabaikan mandat tersebut sehingga kini menuntut hak mereka dipulihkan.
Satgas PKH Pernah Eksekusi 25.535 Ha, Tapi Perusahaan Tetap Beroperasi
Catatan Itime.id menunjukkan bahwa pada 17 Juni 2025, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) telah mengeksekusi dan mengambil alih 25.535 hektare lahan PT Barapala sesuai Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Satgas bahkan memasang plang resmi larangan aktivitas dalam kawasan tersebut.
Namun di lapangan, PT Barapala masih melakukan panen dan produksi hingga hari ini. Warga menduga perusahaan berani terus beroperasi karena adanya dukungan oknum aparat.
Aparat Tegaskan Netral
Kapolsek Barumun Tengah, AKP PS Nainggolan, menegaskan bahwa aparatur keamanan hadir bukan untuk membela perusahaan.
“Kami tidak berpihak. Polisi hadir untuk menjaga situasi tetap kondusif dan menjembatani aspirasi masyarakat,” jelasnya.
Tuntutan Resmi Warga dan Mahasiswa
Massa aksi menyampaikan tiga tuntutan utama:
1. Pemerintah menutup dan menghentikan seluruh aktivitas PT Barapala di wilayah Unterudang.
2. Transparansi legalitas termasuk HGU dan kepemilikan sah perusahaan.
3. Pemulihan hak masyarakat adat dan lahan plasma 3.000 hektare yang dijanjikan sejak 1996.
Aksi lanjutan direncanakan kembali digelar apabila pemerintah tidak merespons tuntutan warga.
( tim )
0 Komentar