Chibernews.Com. JAKARTA, Sujahri Somar Sebagai Ketua Umum DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menyampaikan keprihatinan mendalam atas mencuatnya isu penggunaan jet pribadi yang menelan anggaran 90 Miliar oleh komisioner Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), yang kini menjadi sorotan publik isu ini telah menimbulkan pertanyaan serius mengenai nilai kesederhanaan, transparansi, dan etika pejabat publik, terlebih bagi lembaga KPU RI yang menjadi garda depan dalam menjaga kemurnian demokrasi.
Berdasarkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang dibacakan pada 21 Oktober 2025, DKPP secara resmi menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin serta anggota KPU lainnya (Idham Holik, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, August Mellaz) atas penggunaan sewa jet pribadi.
DKPP menemukan bahwa anggaran negara senilai sekitar Rp 90 miliar telah digunakan untuk menyewa jet pribadi jenis Embraer Legacy 650 dalam kegiatan Pemilu 2024, dan bahwa perjalanan sebanyak 59 kali dilakukan tanpa satu pun rute yang menuju ke daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) sebagaimana dalih yang dikemukakan.
DKPP menyimpulkan bahwa penggunaan fasilitas mewah tersebut telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu karena tidak mencerminkan asas efisiensi, kepatutan, dan tanggung jawab moral sebagai pejabat publik.
GMNI menilai bahwa seorang penyelenggara pemilu tidak hanya dituntut untuk bekerja profesional, tetapi juga wajib menjaga keteladanan moral dalam setiap aspek kehidupannya. Simbol kesederhanaan dan integritas menjadi fondasi penting bagi kepercayaan rakyat terhadap proses demokrasi. Ketika gaya hidup pejabat publik justru menimbulkan persepsi negatif di tengah situasi ekonomi rakyat yang masih sulit, maka kepekaan sosial harus menjadi cermin utama untuk dipulihkan.
GMNI mendorong KPU RI melakukan klarifikasi terbuka dan menyeluruh agar isu ini tidak berkembang menjadi krisis kepercayaan publik yang lebih dalam. Di saat yang sama, kami mendesak agar mekanisme pengawasan internal serta sistem transparansi aset pejabat KPU diperkuat secara serius, sehingga lembaga ini benar-benar mencerminkan prinsip akuntabilitas dan tanggung jawab moral di hadapan rakyat.
GMNI juga menyatakan dukungan terhadap langkah DKPP dalam memberikan sanksi kepada Ketua dan anggota KPU, namun kami menilai bahwa sanksi peringatan keras saja tidak cukup.
Selain daripada itu, GMNI juga mendesak agar sanksi terhadap pelanggaran etik semacam ini diperberat, termasuk dalam bentuk sanksi administratif atau hukum yang lebih tegas agar memberikan efek jera dan memperkuat kembali kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu.
Sebab, sebagaimana kami tegaskan, “Rakyat butuh keteladanan, bukan kemewahan di tengah kesulitan. Integritas tidak diukur dari fasilitas yang digunakan, tetapi dari seberapa besar kejujuran dan kesederhanaan ditunjukkan oleh mereka yang dipercaya mengawal suara rakyat.(Red)
0 Komentar